
Grup Mambesak Simbol Kebangkitan Kebudayaan Orang Papua
![]() |
Judul | Grup Mambesak Simbol Kebangkitan Kebudayaan Orang Papua Proto Spirit Mambesak Kami Menyanyi Untuk Hidup: Dulu, Kini Dan Nanti |
Penulis | A. Andreas Goo | |
Tahun Terbit | 2019 | |
Ukuran | 15,5×23 | |
Halaman | viii+148 | |
Penerbit | Lembaga Studi Meeologi & Kandil Semesta | |
ISBN | 978-602-18256-6-2-4 |
KATA PENGANTAR
(Dr. Enos H. Rumansara)
Puji dan syukur kepada Tuhan Elohim Israel yang telah memberikan kesemapat kepada kami hingga rampun dan terbitnya buku ini yang merupakan hasil kerjasama para budayawan, seniman dan pemerhati kebudayaan orang Papua-Melanesia. Terima kasih kepada teman-teman yang dengan komitmennya ingin menulis buku yang berjudul : ”Grup Mambesak Simbol Kebangkitan Kebudayaan Orang Papua”, dengan spririt Mambesak : ”Kami menyanyi Untuk Hidup : Dulu, Kini dan Nanti”, dalam rangka mengenang hari lahirnya Grup Mambesak yang ke 38 tahun.
Buku ini merupakan kumpulan artikel yang memberikan pandangan tentang mengapa lahirnya grup Mambesak dan pentingnya grup Mambesak bagi orang Papua. Jawaban singkatnya bahwa grup Mambesak lahir karena persoalan krisis identitas orang Papua-Melanesia akibat dari proses akulturasi di tanah Papua. Proses terjadinya akulturasi ditanah Papua yang berdampak pada kebudayaan orang Papua sehingga banyak mengalami pergeseran nilai budaya yang sekaligus menuju pada titik kepunahan identitas. Proses akulturasi yang terjadi di tanah Papua berjalan tanpa disengaja dan disengaja oleh lembaga-lembaga tertentu (swasta dan pemerintah) dengan memasukkan banyak program atas dasar pembangunan daerah berdasar visi dan misinya. Dasar memasukkan program atau kebijakan adalah bahwa ada anggapan terhadap orang Papua-Melanesia yang masih terbelakang dan sulit untuk dibangun karena terhambat oleh budayanya untuk itu basmikan budayanya agar mereka terangkat dari kemiskinan. Anggapan inilah yang mengakibatkan banyak program penginjlan dan pemangunan daerah yang berusaha meniadakan nilai budaya yang menghamat, namun mereka tidak sadar bahwa banyak nilai kearifan lokal yang sebenarnya menjadi potensi untuk membangun daerahnya.
Kondisi yang dikemukakan di atas sudah berjalan cukup lama yaitu sejak masuknya injil (1855), negara penjajah hingga masuknya pemerintah Indonesia pada tahun 1963. Jangka waktu yang cukup lama ini merupakan jangka waktu dimana terjadinya proses akulturasi yang mengkibatkan krisis Identitas budaya orang Papua-Melanesia yang menuju pada titik kepunahan yang dikemukakan di atas. Masalah ini menjadi pergumulan orang Papua yang mencintai budaya. Mereka mencari jalan keluar dengan cara membentuk gerakan-gerakan keagamaan seperti Kargoisme dan kelompok lain lainnya yang dianggapnya sebagi gerakan separatis.
Banyak tokoh budayawan orang Papua yang mencoba menghidupkan kembali budayanya namun selalu mendapat tantangan dari pihak gereja sebab semua kegiatan adat yang dilakukan selalu berhubungan dengan sistem religi tradisional mereka. Makin lama proses ini berjalan hingga makin pudar rasa cinta orang Papua terhadap budaya yang menjadi identitas jati dirinya. Menyadari kondisi ini, pada tanggal 5 Agustus 1978 grup Mambesak lahir sebagai kelompok seni yang bergerak mempertahankan identitas orang Papua – Melanesia lewat musik, vocal dan tari tradisional. Ketiga jenis seni ini tidak bisa dipisahkan dalam pengembangannya karena secara tradisional selalu ada dalam penyelenggaraan upacara tradisipnal. Dalam budaya orang Papua, ketiga jenis seni ini tidak dapat dipisahkan karena merupakan bagian dalam sebuah upacara adat. Mereka berprinsip bahwa ”dimana ada upacara adat, disana ada musik, vocal dan tari, dimana ada vocal disana ada musik dan tari, dan dimana ada tari disana ada musik dan vocal”. Menurut grup Mambesak prisip ini menjadi satu ciri yang berdeda dengan suku bangsa lainnya dan berhubungan langsung dengan persoalan hidup dan matinya orang Papua. Kamma (1981 / 1982) dalam bukunya ”Ajaib Di Mata Kita” mengemukakan bahwa dalam religi tradisional orang Biak leluhur mereka katakan: ”inggo wor baido nari inggomar” (apabila kami tidak menyanyi, kami akan mati). Jadi bagi orang Papua seni vokol, seni musik dan seni tari berhubungan langsung dengan sistem religi tradisionalnya sehingga selalu merupakan bagian dalam upacara-upacara tradisional mereka. Namun terjadinya akulturas di tanah ini membuat prinsip-prinsip hidup orang Papua yang dianggap sakral dan unik ini mengalami pergeseran nilai budaya yang luar biasa sehingga membuat orang Papua menganggap budayanya sebagai sesuatu yang kuno dan tidak perlu dipertahankan.
Grup Mambesak tampil sebagai kelompok seni yang berjuang membangitkan rasa cinta orang Papua terhdap kebudayaannya dengan spirit : ”Kami menyanyi untuk hidup : dulu, kini dan nanti”. Makna dibalik spirit ini adalah ”Dulu kami Papua, Sekarang kami Papua, dan sampai kapanpun Kami tetap Papua”. Pernyataan ini berhubungan dengan Identitas orang Papua, yang harus dipertahankan untuk tetap hidup walaupun mengalami tantangan dunia globalosasi, terutma terbukanya Indonesia masuk sebagai anggota Masyarakat Ekonomi Asia.
Semoga para pembaca buku yang sifatnya bunga rampai ini dapat mengambil makna yang baik dari buku ini untuk melakukan kegiatan – kegiatan yang melestarikan budaya lokal Papua-Melanesia Harapan saya, saudara-saudara ku yang ingin menambah tulisan tentang grup Mambesak kami tunggu untuk dimuat pada penerbitan kedua tahun berikut.
Jayapura, 25 Juli 2016
Hormat kami,
Dr. Enos Rumansara, M.Si
DAFTAR ISI
Daftar Isi ……………………………………………………………… i
Kata Pengantar: Dr. Enos H. Rumansara, M.Si. ……………………………………………………………… ii
Pandahuluan: A. Andreas Goo ……………………………………………………………… 1
Grup Mambesak Tampil Memperjuangkan Sebuah Identitas: Dr.Enos H. Rumansara, M.Si. ……………………………………………………………… 5
Arnold C. Ap Dan Mambesak, Sebuah Mile Stone Kebangkitan Papua: Don A. L. Flassy, MA. ……………………………………………………………… 26
Mambesak, Obat Mujarab Bermuatan Nilai Budaya Papua Proto, suatu refleksi antropologi Papua: A. Andreas Goo ……………………………… 33
Mambesak Ungkapan Perasaan Orang Papua Proto: Yakobus Dumupa,S.I.P. ……………………………………………………………… 41
Relevansi Pemikiran Franz Fanon Dalam Gerakan Mambesak: Natan Tebai, S. Sos. ……………………………………………………………… 62
Mambesak Arah Pikir Orang Papua Proto: Handro Y. Lekitoo ……………………………………………………………… 70
Mambesak Dan Sipirit Kehidupan Bangsa Papua, sebuah refleksi: I Gurah Suryawan ……………………………………………………………… 80
Lampiran: Buku nyanyian mambesak ……………………………………………………………… 96
Leave a Reply